Birdwatching dan Belajar Wildlife Photography di Danau Tamblingan, Bali

Danau Tamblingan

Danau Tamblingan

Sabtu, 30 Juni 2012 siang saya sampai di pulau Bali setelah perjalanan 16,5 jam dengan mobil travel yang penumpang sekaligus supirnya bengek semua, termasuk saya,hehehe.. Mobil inilah yg membawa saya akhirnya bertemu kawan-kawan hebat (Bang Roy, Mas Rudy, Reqa) dalam bidangnya, yang selama ini saya hanya mengenal mereka melalui karya-karya mereka dan ternyata aslinya mereka sangat “unik” dan bersahabat; dan tentu saja saya bertemu sahabat saya Roro “lolo” Kanya Kanaka.

Kira-kira jam 12.30 dini hari Minggu 1 Juli 2012 saya dan Roro baru saja sampai di kost Lolo tempat saya numpang selama di Bali, belum 10 menit saya masuk kost, sms masuk dari Bang Roy

“Dek kalo mau ikut ke Tamblingan jam 3 siap di kost abang” (kira-kira begitu isi smsnya)

Ekspresi saya waktu itu langsung ilang rasa kantuk, ‘jam 3 ?? itu kan sebentar lagi??’ pikir saya, kenapa nggak bilang dari tadi aja sih? Tau gitu kan gakusah pulang kedinginan di jalan, Itu kan bentar lagi..

Saking bersemangatnya saya pengen ikut ke danau Tamblingan, saya sampai milih untuk nggak tidur aja dari pada telat bangun dan ketinggalan, tapi Lolo memaksa saya untuk tidur, at least istirahat merebahkan badan setelah perjalanan sangat panjang Gresik-Bali. Tapi percuma saja, karena setiap 5 menit saya lelap si Lolo ngajak ngobrol, hahaha sami rawon Neng..

Minggu 1 Juli 2012 jam 3 dini hari saya sms Bang Roy

“Kalo udah pada ngumpul, kabarin ya, ntar aku langsung kesana”

dan sms balesannya panjang bener, isinya daftar belanjaan logistik, batin saya ’kenapa nggak minta dibeliin cabe kriting ama kol gepeng  aja sekalian?’ hahaha.. Setelah membeli beberapa perlengkapan (snack) saya meluncur dengan sepeda motor pinjeman dari Lolo menuju “mabes”, berjuang menahan dinginnya suhu Bali yang aneh, ‘coz what i remember of Bali about 2 years ago, Bali was sweat n hot, but now ? kok bisa dingin banget begini ya? Sampai “mabes” saya langsung menerobos masuk melempar tas dan meringkuk ke pojokan, yg punya rumah cuma nglirik sambil cekikikan sambil meneruskan packing and prepare nya.

Tik tok tik tok tik tok..setengah jam kami menunggu pasukan yang lain sampai akhirnya mereka datang juga. Dimulai dari mas Rudy yang dengan gaya santai dan ekspresi seolah tanpa dosa nya, melenggang masuk bikin kopi, bener-bener ni orang… Disusul Reqa yg super cerewetnya ampun juragan..batrenya alkalin ni bocah kayaknya :p dan setelah packing semua “persenjataan” ke dalam mobil, tidak lupa nge-charge BB mereka yg bikin kaki susah bergerak karena kabel-kabel keliweran dalem mobil, and im the only one who don’t use BB, akhirnya kami pun meluncur menuju Danau Tamblingan dengan berbekal ilmu “kiralogy” alias “KIRA-KIRA jalannya ke arah sana”. Suhu udara yang mungkin berkisar kurang dari 15 derajat celcius dan rasa lelah membuat mata saya sangat mengantuk. Tapi begitu saya merapatkan jaket dan kerpus saya, bersiap memejamkan mata tidur, mereka nge-banyol sepanjang jalan, ketiga pendekar lensa termos plus satu lagi teman kami; Dian; ada aja yg diomongin bikin ngakak sepanjang jalan. Gimana bisa tidur kalo begini suasananya, mulai obrolan plastik kresek, jamban sampe maskara diomongin. Belum lagi musik yang satu lagu nya diputar puluhan kali, kalo live show, saya yakin si penyanyi bakal radang tenggorokan habis itu. Mungkin itu strategi untuk mengatasi rasa kantuk dan dinginnya cuaca yang dini hari itu sangat berkabut, jarak pandang mungkin hanya maksimal 20 meter di depan.

Sesampai di sebuah pasar sayur dekat pertigaan jalan yang kalo kita belok ke kiri itu arah Danau Tamblingan, cuaca masih berkabut dan hebatnya tidak menyurutkan semangat para pedagang untuk memulai aktivitas berjualan mereka. Kami mengisi energi dengan sarapan di sebuah warung, sambel di situ mantab jaya pedesnya. Dan saya baru tau kalo mas Rudy ternyata alergi sama sambel sedangkan hampir semua menu adalah pedas, sampai akhirnya beliau putus asa dan memilih nasi dan kecap saja. Wekkk pagi-pagi makan begituan, kalo saya mungkin udah marah-marah, karena makan pagi aja butuh perjuangan besar, apalagi dengan menu begitu?? Otidakbisa.. Tapi ternyata yang lain juga aneh, si Dian, cewek cablak itu tiba-tiba membeli seikat selada di pedagang sayur depan warung tempat kami makan, saya pikir ni orang kelewatan keibuan apa gimana?? Eh ternyata bakal lalapan dia, ya salaaammm.. yang paling anteng dan habis banyak tentu saja Bang Roy dan Reqa, adem ayem mereka dengan semboyan “nggakada pepatah ladies first kalo udah di sini”nya itu, makan kayak udah 2 hari nggak ketemu nasi aja. Dan saya, bahkan nggak mampu menghabiskan setengah porsi nasi soto saya yang super pedas.

Selesai makan, beberapa dari kami menanyakan kepada warga kemana arah menuju Danau Tamblingan. Setelah mendapat pencerahan dari warga, dan beberapa batang rokok, kabut pun mulai terbuka dan kami mulai melihat kelebatan beberapa ekor  burung dan membuat Bang Roy dan Mas Rudy menghunus kamera nya dan bersiap membidik (1). Burung Gereja erasia dan (2). Merbah cerukcuk yang bertengger di rerantingan pohon ficus yang tumbuh di pojok pagar pasar persis di samping baliho raksasa bertuliskan “Danau Buyan-Tamblingan” ??? (saya lupa persisnya tulisannya apa) saya sampe geleng-geleng, bagaimana mungkin baliho sebesar itu nggak terbaca oleh kelima pasang mata kami dan masih saja ngotot tanya pada warga kemana arah menuju Danau Tamblingan?? Ya Tuhan.. apa yang terjadi dengan kami?? dan untuk mengobati rasa “oneng”, saya bilang saja kalo baliho itu baru aja di pasang 5 menit lalu, hahaha

Kemudian kami masuk ke dalam mobil dan bergerak menuju arah sesuai petunjuk anak panah di baliho raksasa itu dan keterangan warga, pemandangan di kanan dan kiri jalan tanah setapak yang berbatu dan berdebu itu menyuguhkan suasana damai pada awalnya, rimbunan tanaman anggrek Vanda tricolor yang saat itu sedang mekar bunga nya, kebun strawbery dan sayuran menghiasi ladang dan halaman rumah warga, namun tidak jauh dari sana, kedamaian itu seolah berubah menjadi rasa miris dan spooky karena beberapa, well, mayoritas rumah warga dan Pura terendam air danau karena banjir yang disebabkan meluapnya air danau. Dilematis karena memang seharusnya kawasan konservasi lebih baik steril dari pemukiman warga, tapi sedih ketika mereka yang sudah mendiami area itu selama mungkin berpuluh tahun harus terpaksa meninggalkan rumah dan ladang mereka. Tapi yah.. itulah alam, kita nggak akan bisa menebak apa yang akan dilakukan alam pada kita, yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha untuk bersahabat dengan alam.

Beberapa meter memasuki jalan setapak itu mulai tampak (3) Blekok sawah / Ardeola speciosa, (4) Kuntul kerbau / Bubulcus ibis, (5) Bambangan kuning / Ixobrychus  sinensis dan (6) Gemak loreng / Turnix suscitator dan segera ketiga sodara saya itu membidikkan senjata mereja (kamera) dan bersiap siaga menangkap burung-burung itu ke dalam jepretan mereka. Hawa dingin tidak melemahkan semangat mereka, salut buat kalian J meskipun sekitar 15 menit kemudian kami semua kembali berebutan masuk ke dalam mobil karena ada anjing kampung mengejar-ngejar kami, hahahaha..

Setelah aman dari gonggongan penjaga rumah alias para anjing, kami kembali turun dari mobil, awalnya saya hanya mengamati mereka bertiga dari dalam mobil, tapi ternyata rayuan (7) Mandar batu / Gallinula chloropus yang melenggang dengan anggunnya di sela tanaman air memaksa saya untuk keluar dari mobil dan birding, meski tanpa alat/binocular dan buku panduan. Di sini ingatan saya benar-benar diuji, beruntung ada teman-teman yang bisa ditanya untuk pertimbangan identifikasi, ya meskipun banyak jenis yang terlewatkan karena keterbatasan saya tentang identifikasi dan juga saya nggak berani mengganggu konsentrasi teman-teman yang lagi motret.

Memasuki area lapang dengan membuka gerbang sendiri karena kami datang lebih pagi dari penjaga nya, kami disuguhi pemandangan danau yang begitu menentramkan, begitu tenang dengan suhu yang dinginnya menusuk tulang, semburat warna jingga dari balik bukit di seberan danau, beberapa perahu yang mendayung dengan sangat tenang membelah sunyi nya Danau Tamblingan di pagi hari dan sapaan (8) Kareo padi / Amaurornis phoenicurus pun menyambut kami dan geleparan (9) Walet.sp / Collocalia.sp , kicauan (10) Cucak kutilang / Pycnonotus aurigaster mengiringi sepanjang waktu kami bercengkerama dengan alam. Suara misterius (11) Kirik-kirik.sp / Merops.sp (suara) yang membuat saya penasaran dimana gerangan makhluk cantik itu berada? Di pucuk-pucuk dahan yang berbunga pagi itu menjadi breakfast table bagi sekelompok (12) Kacamata biasa / Zosterops palpebrosus yang berkoloni dengan (13) Burung-madu sriganti / Nectarinia jugularis dan sosok-sosok hitam metalik yang belakangan kami tau itulah sosok (14) Perling kecil / Aplonis minor.

Sedikit merapat di antara pepohonan besar dan berdaun rimbun, Bang Roy menemukan ke-seru-an yang membuat Mas Rudy ikut mendekat ke arah sumber suara dan yup ! wajah mereka berdua seperti orang jatuh cinta, begitu bersemangat bercumbu dengan tarian sepasang (15) Kacamata gunung / Zosterops  montanus dan ups..hampir saja seekor bayi mungil Kacamata gunung yang mungkin sedang belajar terbang kemudian jatuh (i don’t know) terlewatkan karena si kecil itu berada di antara serakan daun, dan ketika kami mencoba mendekatinya, dia terbang pendek dan sangat rendah mencari perlindungan, mungkin dalam benaknya si kecil itu bergumam “Catch me if you can..” dan ketika dia hinggap di sebatang kayu, kami pun menyerbunya dengan puluhan atau mungkin ratusan bidikan gambar, hingga terpaksa kaki-kaki kami pun terjerembab ke lumpur tepian danau, sepatu dekil dan gelang kaki putus pun sudah bukan prioritas utama untuk diselamatkan demi si mungil yang pagi itu seperti membius kami bertiga. Sekali lagi surga telah bocor ke danau ini..

kacamata gunung - Zosterops  montanus - juvenile

kacamata gunung – Zosterops montanus – juvenile

Di kejauhan tajuk-tajuk berbunga di tepi hutan lindung itu kelebatan (16) Kepudang kuduk-hitam / Oriolus chinensis dengan warnanya yang kuning mencolok menarik perhatian saya dan hey..beberapa ekor burung berwarna oranye bergerombol terbang ke sana kemari, membuat saya berpikir keras mengingat-ingat ini jenis Sepah yang mana?? Syukurlah salah satu dari mereka terekam kamera Bang Roy, ternyata mereka  (17) Sepah hutan / Pericrocotus flammeus. Gara-gara burung ini saya sampe nangis diceramahi Bang Roy tentang team work, leadership dan banyak lagi, sebuah pelajaran berharga buat saya yang selama hampir dua tahun ini selalu ber-solo-bird watching di Gresik, kota tempat saya tinggal sekarang, saya sudah hampir kapalan keliling tambak, dengan hanya “my team is me and my bike”, mbak “VERA” alias Vega Merah ber-plat nomor Jogja yang selalu menemani saya kemanapun saya mau pergi, hingga ketika saya harus berjalan bersama team, saya seperti “anak baru” saja, yang mengerti bagaimana harus bersikap ketika harus bekerja bersama-sama dalam sebuah tim di lapangan.

Soulmate

Soulmate

Duh, jadi melow gelow nih jadinya..heheheKemudian susul menyusul (18) Tekukur biasa / Streptopelia chinensis, (19) Bondol.sp / Lonchura.sp, (20) Dederuk jawa / Streptopelia bitorquata, (21) Perkutut jawa / Geopelia striata berlalu lalang di antara langkah kami yang ngos-ngos-an menanjaki bukit hutan lindung menuju lapangan bumi perkemahan sambil menahan dingin, nahan pipis, nahan ketawa, seru sekali pagi itu. Dan hal yang membuat saya terharu dan tersenyum sendiri adalah ketika menyaksikan kemesraan persaudaraan kedua abang ku; Bang Roy dan Mas Rudy; yang dalam kondisi seperti itu saling menjaga satu sama lain. Sungguh saya iri melihatnya, kecuali ketika mereka mulai nge-banyol, haduuuuhhh kejang peruuttt… Habis gaya saya diplonco sama mereka berdua. (BIG HUG FOR YOU TWO MY BROTHERS)..

Sampai di lapangan bumi perkemahan, saya yakin mendengar suara burung pelatuk, tapi belum yakin itu apa, hingga akhirnya ketika saya dipinjami kamera, wah..kesempatan nih saya pikir, blajar motret sambil blajar ng-identifikasi sekaligus, dan yup !! (22) Caladi tilik / Picoides moluccensis, catched on my eyes. (23) Suara Cekakak sungai / Todirhamphus chloris (suara) yang cempreng membuat mata saya jelalatan mencari keberadaannya, tapi tetep aja nggak ketemu, hihihihi…

Dan jackpot untuk hari itu adalah (24) Elang-laut perut-putih / Haliaeetus leucogaster yang sudah kami idam-idamkan sejak sebelum berangkat kemari, dari 3 jenis raptor yang menjadi target buruan, 1 jenis yang berhasil kami temui, itu pun di detik-detik setelah kami mengalami kelelahan yang sangat menguras tenaga, lebay dehh..hahahaha.. Rasanya lega sekali dan akhirnya saya bisa membuka chitato yg sejak tadi saya gendong di back pack saya ke sana kemari. Hehehe

Selepas kepergian Elang-laut perut-putih Bang Roy tiba-tiba menghilang, rupanya dia sedang merayap-rayap di semak eh atau lumpur ya, mmm.. mungkin rumput.. ah pokoknya dia ngesot-ngesot di lantai hutan lah ngejar (25) Cekakak suci / Todirhamphus sanctus. Salah satu anggota keluarga King Fisher, saya suka sekali King fisher

Meski belum puas ketemuan sama Raptor nya Tamblingan, tapi kami harus segera beranjak kembali ke parkiran dimana Reqa dan Dian menunggu bersama “kresek” nya, hahaha…

Di perjalanan kembali ini, well..sebenernya dari berangkat juga sih, di semak-semak hutan kami selalu ditemani (26) Perenjak Jawa / Prinia familiaris, (27) Cabai Jawa / Dicaeum trochileum dan (28) Layang-layang batu / Hirundo tahitica yang selalu setia di langit kami. Kepulangan kami pun dilepas oleh (29) Srigunting batu / Dicrurus paradseus.

Sekali lagi, di perjalanan kembali ke parkiran, saya dibuat iri lagi oleh kedua abang ku ini. Ketika di sebuah tanjakan Mas Rudy merasa kelelahan, beliau menyuruh kami, saya dan Bang Roy, untuk berangkat duluan, meninggalkan dia, tapi Bang Roy tetap berkeras menunggu nya meski sudah dipaksa. “Kang, kita berangkat bareng, pulang juga harus bareng” kata-kata itu simple tapi buat saya yang tidak punya lagi tim solid ini, kata-kata seperti itu sangat berarti. Rindu sekali mendengar seorang kawan mengatakan itu. Medan di sini banyak tanjakan, turunan dan tikungan jalan tanah yang membuat stamina kami cukup terkuras. Jika kondisi saya vit, medan seperti itu bukan hal besar, tapi dengan kondisi saya flu berat, Mas Rudy yang tidak muda lagi, tapi saya sangat salut dengan semangatnya, dan Bang Roy dengan maag akut-close to tipes itu, medan laga seperti begini membuat kami ngos-ngos-an.  Belum lagi “tas pinggang” kami ini nih..tempat penyimpan cadangan energi ini mah..wkwkwkwk…

Sesampai di parkiran mereka berdua lengsung pameran eksklusif di depan Reqa yang nggak ikut ke atas tadi. Melihat hasil jepretan mereka berdua, Reqa nggak berhenti mengumpat, hahaha

Semua orang sudah capek, sudah saatnya istirahat, sekarang giliran saya minta diajarin motret. Bang Roy memberi arahan pada saya tentang teknik memotret di alam liar. Benar-benar membutuhkan kesabaran dan konsentrasi jika kita mau mendapat hasil maksimal. Dan saya pun di setrap di pinggir danau sambil diomeli dari jauh sampe saya harus bisa mendapat momen at least mendapat “feel” motret di alam.

Dan tentu saja, tidak lupa kamu foto bersamaaaa hahahaha..

Foto bersama. Photo by : Roy Ubaidillah Hasby

Foto bersama. Photo by : Roy Ubaidillah Hasby

Kenangan indah itu ditutup oleh (30) Bentet kelabu / Lanius schach yang bertengger di kabel listrik di hampir ujung jalan setapak itu.

Lelah dan letih di badan saya, juga flu saya, rasanya tidak sebanding dengan apa yang saya alami hari itu. Meski saya akhirnya terkapar juga di mobil, hehehe

Dan ini rekap daftar burung Danau Tamblingan, Ubud, Bali

1 Juli 2012, cuaca cerah, suhu dingin.

  1. Burung-gereja Erasia / Passer montanus
  2. Merbah cerukcuk / Pycnonotus goiavier
  3. Blekok sawah / Ardeola speciosa
  4. Kuntul kerbau / Bubulcus ibis
  5. Bambangan kuning / Ixobrychus  sinensis
  6. Gemak loreng / Turnix suscitator
  7. Mandar batu / Gallinula chloropus
  8. Kareo padi / Amaurornis phoenicurus
  9. Walet.sp / Collocalia.sp
  10. Cucak kutilang / Pycnonotus aurigaster
  11. Kirik-kirik.sp / Merops.sp (suara)
  12. Kacamata biasa / Zosterops palpebrosus
  13. Burung-madu sriganti / Nectarinia jugularis
  14. Perling kecil / Aplonis minor
  15. Kacamata gunung / Zosterops  montanus
  16. Kepudang kuduk-hitam / Oriolus chinensis
  17. Sepah hutan / Pericrocotus flammeus
  18. Tekukur biasa / Streptopelia chinensis
  19. Bondol.sp / Lonchura.sp
  20. Dederuk jawa / Streptopelia bitorquata
  21. Perkutut jawa / Geopelia striata
  22. Caladi tilik / Picoides moluccensis
  23. Cekakak sungai / Todirhamphus chloris (suara)
  24. Elang-laut perut-putih / Haliaeetus leucogaster
  25. Cekakak suci / Todirhamphus sanctus
  26. Perenjak Jawa / Prinia familiaris
  27. Cabai Jawa / Dicaeum trochileum
  28. Srigunting batu / Dicrurus paradseus
  29. Layang-layang batu / Hirundo tahitica
  30. Bentet kelabu / Lanius schach

Selain burung saya juga sedikit belajar kupu-kupu dan anggrek..

kupu-kupu

kupu-kupu

Vanda tricolor

Vanda tricolor

Sahabat-sahabatku, trimakasih atas sambutan hangat, semua pelajaran dan pembelajaran untuk ku.

You’re Rock Guys..!!!

Salam dari Gresik, fatimah

About imexplore

Im trying to exploring some things to explore. Sebatas kemampuanku menjelajahi dunia bersama hati dan fikiranku.
This entry was posted in I catch the birds, Perpustakaan Alam, Tips and tagged , , , . Bookmark the permalink.

10 Responses to Birdwatching dan Belajar Wildlife Photography di Danau Tamblingan, Bali

  1. Ady Kristanto says:

    Mantraaaap ceritanya …. : )

  2. Asman AP says:

    ceritanya mantaapp,.. cuma duooowooooo banget,… nek di gawe 2 page mungkin mripate ndak kesel,.. hehehe

  3. Hahaaa….. setuju dengan Mas Ady Kristanto 😀
    Mantappp ceritanya ^^b

  4. lely says:

    kwereeennn 😀

  5. imexplore says:

    Asman AP :

    halahhhh,… preett

    HAHAHAHAHA

Leave a reply to lely Cancel reply